JAKARTA – Wakil Sekretaris Jenderal (Wakasekjend) Bidang Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abdul Qadir, SH, MA, menilai bahwa plot kriminalisasi terhadap Bendahara Umum PBNU, Mardani H Maming yang dilakukan pihak tertentu, telah gagal.
Gagalnya upaya kriminalisasi terhadap Mardani H Maming tersebut, didasarkan pada fakta dan bukti-bukti yang tersaji selama persidangan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, terdakwa dalam kasus dugaan gratifikasi atau suap ijin pertambangan di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin.
Wakasekjend Bidang Hukum PBNU, Abdul Qodir, SH, MA, menyatakan bahwa PBNU terus memantau dengan seksama jalannya persidangan dan pemberitaannya di media massa serta media sosial. “Karena sejak semula kami menangkap adanya gelagat kurang baik yang bertujuan tidak hanya hendak mengkriminalisasi Mardani H Maming, tapi juga bertendensi mendiskreditkan muruah jam’iyah Nahdlatul Ulama,” katanya.
Menurut Abdul Qodir, dari hasil pantauan persidangan, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi, yaitu : pertama, Mardani H Maming telah menunaikan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dengan menghadiri dan memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan.
Kedua, tidak ada fakta persidangan yang memiliki kekuatan pembuktian hukum yang mengaitkan Mardani H Maming dengan tindak pidana gratifikasi.
Ketiga, keterangan terdakwa Dwidjono yang menyatakan tidak ada aliran dana kepada Mardani H Maming dan tidak ada sangkut pautnya dengan kasus gratifikasi, adalah fakta persidangan yang amat penting. “Jadi sudah selayaknya menjadi dasar pertimbangan majelis hakim dan untuk menghilangkan persangkaan tanpa dasar kepada Mardani H Maming,” ucap Abdul Qodir.
“Dengan demikian, plot kriminalisasi pada Mardani H Maming gagal dengan sendirinya oleh fakta-fakta di persidangan,” tegas Wakasekjend Bidang Hukum PBNU tersebut.
Ditandaskan Abdul Qodir, bahwa PBNU memiliki komitmen untuk menegakkan keadilan bagi semua, tanpa terkecuali. “Untuk itu kami akan terus mengamati kondisi penegakan hukum di Indonesia dan berupaya memastikan terwujudnya prinsip free, fair, and impartial trial dalam negara hukum Indonesia,” pungkas Abdul Qodir.
rel/nik